Jumat, 10 Januari 2014

Pengantar Ilmu Administrasi Negara

Pengertian Administrasi
Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat generik, yang mencakup semua bidang kehidupan. Karena itu, banyak sekali definisi mengenai administrasi. Sekalipun demikian, ada tiga unsur pokok dari administrasi. Tiga unsur ini pula yang merupakan pembeda apakah sesuatu kegiatan merupakan kegiatan administrasi atau tidak. Dari definisi administrasi yang ada, kita dapat mengelompokkan administrasi dalam pengertian proses, tata usaha dan pemerintahan atau adminsitrasi negara. Sebagai ilmu, administrasi mempunyai berbagai cabang, yang salah satu di antaranya adalah administrasi negara.
Administrasi negara juga mempunyai banyak sekali definisi, yang secara umum dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, definisi yang melihat administrasi negara hanya dalam lingkungan lembaga eksekutif saja. Dan kedua, definisi yang melihat cakupan administrasi negara meliputi semua cabang pemerintahan dan hal-hal yang berkaitan dengan publik.
Terdapat hubungan interaktif antara administrasi negara dengan lingkungan sosialnya. Di antara berbagai unsur lingkungan sosial, unsur budaya merupakan unsur yang paling banyak mempengaruhi penampilan (performance) administrasi negara.
Sejarah Pertumbuhan Administrasi Negara
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa terdapat tali sejarah yang merakit perkembangan administrasi negara. Apa yang dicapai dan diberikan oleh administrasi negara sekarang, tidak lepas dari upaya-upaya yang tidak kenal lelah yang telah dilakukan oleh para peletak dasar dan pembentuk administrasi yang dahulu. Administrasi modern penuh dengan usaha untuk lebih menekan jabatan publik agar mempersembahkan segala kegiatannya untuk mewujudkan kemak-muran dan melayani kepentingan umum. Karena itu, administrasi negara tidak dipandang sebagai administrasi “of the public”, tetapi sebaliknya adalah administrasi “for the public”.
Ide ini sebenarnya bukanlah baru. Orientasi semacam ini telah dicanangkan dengan jelas dalam ajaran Confusius dan dalam “Pidato Pemakaman” Pericles, bahkan dalam kehidupan bangsa Mesir kuno. Bukti – bukti sejarah dengan jelas membuktikan upaya-upaya yang sistematis, yang dikobarkan oleh tokoh-tokoh seperti Cicero dan Casiodorus. Selama abad ke-16 – 18 tonggak kemapanan admi-nistrasi negara Jerman dan Austria telah dipancangkan oleh kaum Kameralis yang memandang administrasi sebagai teknologi. Administrasi negara juga memperoleh perhatian penting di Amerika, terutama setelah negara ini merdeka.
Apa yang dikemukakan oleh Cicero dalam De Officiis misalnya, dapat ditemukan dalam kode etik publik dari kerajaan-kerajaan lama. Hal yang umum muncul di antara mereka adalah adanya harapan agar administrasi negara melakukan kegiatan demi kepentingan umum dan selalu mengembangkan kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, administrasi negara tidak seharusnya mengeruk kantong kantornya (korupsi) demi kepentingan dirinya sendiri.
Pendekatan Administrasi Negara Modern
Perkembangan evolusioner administrasi negara diuraikan melalui pendekatan tradisional, pendekatan perilaku, pendekatan pembuatan keputusan (desisional) dan pendekatan ekologis. Secara khusus, pendekatan tradisional mengungkapkan tentang pengaruh ilmu politik, sebagai induk administrasi negara, pendekatan rasional dalam administrasi dan pengaruh Gerakan Manajemen Ilmiah terhadap perkembangan administrasi negara.
Di antara empat pendekatan yang diajukan, tidak ada satu pun pendekatan yang lebih unggul daripada pendekatan-pendekatan yang lain, karena setiap pendekatan berjaya pada sesuatu masa, di samping kesadaran bahwa setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Karena administrasi mengandung berbagai macam disiplin, sehingga cara pendekatan dan metodologi dalam administrasi juga beraneka ragam, maka administrasi negara merupakan bidang kajian yang dinamis. Selanjutnya sukar untuk secara khusus menerapkan satu-satunya pendekatan terbaik terhadap aspek administrasi tertentu. Kiranya lebih bermanfaat untuk mempergunakan keempat cara pendekatan tersebut sesuai dengan aksentuasi dari sesuatu gejala yang diamati.
Pengaruh politik terhadap administrasi negara selalu besar, tidak peduli kapan pun masanya. Hal ini disebabkan oleh adanya gejala di semua negara yang menunjukkan bahwa setiap pemerintah disusun di atas tiga cabang pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Hubungan terus menerus administrasi dengan politik mencerminkan keberlanjutan hubungan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, sebagaimana dicerminkan dalam dua tahap pemerintahan, yakni tahap politik dan tahap administrasi. Jika tahap pertama merupakan tahap perumusan kebijakan, maka tahap kedua merupakan tahap implementasi kebijakan yang telah ditetapkan dalam tahap pertama.
PENTINGNYA STUDI ADMINISTRASI NEGARA
Kekhususan Administrasi Negara
Administrasi negara mempunyai banyak definisi yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan cakupan dan pusat perhatian. Sekalipun demikian, jika administrasi negara dibandingkan dengan organisasi sosial yang lain, maka segera terungkap bahwa administrasi negara mempunyai hal-hal yang bersifat khusus yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya. Caiden (1982) menunjukkan tujuh kekhususan administrasi negara, yaitu
 Kehadiran administrasi negara tidak bisa dihindari.
 Administrasi negara mengharapkan kepatuhan.
 Administrasi negara mempunyai prioritas.
 Administrasi negara mempunyai kekecualian.
 Manajemen puncak administrasi negara adalah politik.
 Penampilan administrasi negara sulit diukur.
Lebih banyak harapan yang diletakkan pada administrasi negara.

Identifikasi Administrasi Negara
 Identifikasi terhadap administrasi negara, menurut pandapat Gerald E. Caiden,dapat ditempuh melalui lima cara berikut:
a. Identifikasi administrasi pemerintahan.
b. Identifikasi organisasi publik.
c. Identifikasi orientasi sikap administrasi.
d. Identifikasi proses yang bersifat khusus.
e. Identifikasi aspek publik.
 Administrasi negara tidak bisa diidentifikasikan hanya atas dasar salah satu dari ke empat indikator berikut : administrasi pemerintahan, organisasi publik, sikap administrasi dan proses yang bersifat khusus.
Lima identifikasi mengandung unsur yang bersifat umum, yakni : administrasi negara menunjukkan aktivitas komunal yang diorganisasikan secara publik, dalam arahan politik, dan beroperasi berdasarkan kaidah-kaidah publik.

Peranan Administrasi Negara
Pentingnya studi administrasi Negara dikaitkan dengan kenyataan bahwa kehidupan menjadi tak bermakna, kecuali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat public. Segala hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat public telah dicakup dalam pengertian administrasi Negara, khususnya dalam mengkaji kebijaksanaan publik.
Dalam proses pembangunan sebagai konsekuensi dari pandangan bahwa administrasi Negara merupakan motor penggerak pembangunan, maka administrasi Negara membantu untuk meningkatkan kemampuan administrasi. Artinya, di samping memberikan ketrampilan dalam bidang prosedur, teknik, dan mekanik, studi administrasi akan memberikan bekal ilmiah mengenai bagaimana mengorganisasikan segala energi social dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan. Dengan demikian, determinasi kebijaksanaan public, baik dalam tahapan formulasi, implementasi, evaluasi, amupun terminasi, selalu dikaitkan dengan aspek produktifitas, kepraktisan, kearifan, ekonomi dan apresiasi terhadap system nilai yang berlaku.
Peranan administrasi Negara makin dibutuhkan dalam alam globalisasi yang amat menekankan prinsip persainagn bebas. Secara politis, peranan administrasi Negara adalah memelihara stabilitas Negara, baik dalam pengertian keutuhan wilayah maupun keutuhan politik. Secara ekonomi, peranan administrasi Negara adalah menjamin adanya kemampuan ekonomi nasional untuk menghadapi dan mengatasi persaingan global
Krisis Identitas
Krisis identitas yang dialami administrasi negara, menurut Henry (1995:21), berkisar pada persoalan bagaimana administrasi negara memandang dirinya sendiri dalam waktu-waktu silam. Secara rinci krisis identitas dimaksud menunjukkan bahwa:
 Krisis identitas yang dihadapi administrasi negara bertumpu pada tiadanya kesepakatan tentang administrasi negara sebagai ilmu ataukah bukan.
 Sesuatu pengetahuan dapat dipandang sebagai ilmu apabila memenuhi dua ukuran berikut:
a. mempunyai paradigma teoritis;
b. mempunyai teori-inti.
 Nicholas Henry menunjukkan adanya lima paradigma administrasi negara, yang terdiri dari
a. Dikhotomi politik-administrasi (1900-1927);
b. Prinsip-prinsip adiministrasi (1927-1937);
c. Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-sampai sekarang);
d. Administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970);
e. Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970-sampai sekarang)
Administrasi negara dapat dipandang sebagas studi multidisipliner yang bersifat eklektis karena banyak konsep yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain.

HUBUNGAN ADMINISTRASI NEGARA DENGAN ILMU-ILMU YANG LAIN
Hubungan Administrasi Negara dengan Ilmu-ilmu Lain
 Administrasi negara, sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial, kehidupannya berlangsung dalam suatu lingkungan sosial tertentu, sehingga perwujudan aktivitasnya senantiasa berhubungan erat dengan berbagai cabang ilmu sosial, khususnya dengan ilmu sejarah, antropologi budaya, ilmu ekonomi, administrasi niaga, ilmu jiwa, sosiologi dan ilmu politik.
 Perspektif administrasi negara akan lebih gampang diungkapkan dengan mempergunakan analisis sejarah dan antropologi budaya. Penggunaan analisis antropologi budaya akan melengkapi analisis sejarah.
 Ilmu ekonomi menyumbangkan analisis biaya dan manfaat, sedang administrasi niaga menyumbangkan konsep PPBS dan makna Gerakan Manajemen Ilmiah kepada administrasi negara. Sementara ilmu jiwa membantu untuk memahami individu dalam situasi administrasi.
Sosiologi telah memberikan pambahasan yang mendalam mengenai birokrasi dan kooptasi, yang merupakan hal-hal yang amat menonjol dalam studi administrasi Negara

Hubungan Administrasi Negara dengan Ilmu Politik
 Hubungan antara administrasi negara dan ilmu politik telah berjalan lama, karena secara praktis tidak ada batas yang tegas antara politik dan administrasi.
 Orientasi politik dalam studi administrasi negara meletakkan administrasi negara sebagai satu elemen dalam proses pemerintahan. Administrasi negara dipandang sebagai satu aspek dari proses politik dan sebagai bagian dari sistem pemerintahan.
 Munculnya dikhotomi politik-administrasi sebenarnya merupakan gerakan koreksi terhadap buruknya karakter pemerintah.
Dalam perkembangannya, orientasi politik dalam studi administrasi negara di kombinasikan dengan orientasi manajerial yang dikenal dengan orientasi politik-manajerial, dan orientasi sosio-psikologis yang dikenal dengan orientasi politik-sosio-psikologis
Masalah Focus dan Locus dari Administrasi Negara
 Menurut Nicholas Henry, administrasi negara mengenal lima paradigma berikut:
Paradigma 1 : Dikhotomi politik-administrasi (1900-1926).
Paradigma 2 : Prinsip – prinsip administrasi negara (1927-1937).
Paradigma 3 : Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970)
Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970).
Paradigma 5 : Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970 – sampai sekarang).
 Lima paradigma tersebut bersifat tumpang tindih atau “overlaping”. Di mana “locus” (tempat = letak) dan “focus” (yang diperhatikan) administrasi negara saling berganti .
Paradigma 1 lebih mementingkan “locus”, paradigma 2 menonjolkan “focus”, paradigma 3 kembali lebih mementingkan “locus”, sedang paradigma 4 mementingkan “focus”, dan paradigma 5 berusaha untuk mengaitkan antara “focus” dan “locus” dari administrasi negara.

Masalah Focus dan Locus dari Administrasi Negara
 Menurut pendapat Maurice Spiers pendekatan-pendekatan dalam administrasi negara adalah pendekatan matematik, sumber daya manusia dan sumber daya umum. Sedang menurut Robert Presthus adalah pendekatan institusional, struktural, perilaku, dan pasca perilaku. Bagi Thomas J. Davy pendekatan yang dimaksud terdiri dari manajerial, psikologis, politis, dan sosiologis.
 Pendekatan proses administrasi memandang administrasi sebagai satu proses kerja yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pendekatan ini juga seringkali disebut dengan pendekatan operasional.
 Pendekatan empiris hendak melakukan generalisasi atas kasus-kasus yang telah terjadi secara sukses. Pendekatan ini seringkali disebut juga sebagai pendekatan pengalaman.
 Pendekatan perilaku manusia memandang bahwa pencapaian tujuan-tujuan organisasi tergantung pada penerapan prinsip-prinsip psikologis. Pendekatan ini telah menampilkan aspek manusia sebagai elemen utama administrasi.
 Pendekatan sistem sosial memandang administrasi sebagai satu sistem sosial. Kesadaran akan berbagai keterbatasan organisasi dapat menumbuhkan semangat kerjasama di antara anggota-anggota organisasi.
 Pendekatan matematik memandang model-model matematik dapat diterapkan pada administrasi, dengan tujuan untuk melakukan peramalan.
Pendekatan teori keputusan memandang pembuatan keputusan sebagai fungsi utama administrasi. Semula pendekatan ini hanya membahas dan melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif dalam memilih tindakan yang akan diambil, tetapi kemudian pendekatan ini juga mengkaji semua aktivitas organisasi.

ORGANISASI ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN
Organisasi
 Ada dua pengertian yang seringkali dipergunakan untuk maksud yang sama, yakni pengertian organisasi dan pengertian institusi. Keduanya sebenarnya berbeda, Organisasi lebih menunjukkan ikatan-ikatan struktural, sedang institusi lebih menampilkan ikatan-ikatan normatif sosial.
 Bertitik tolak dari kesadaran akan arti pentingnya organisasi dalam kehidupan sosial, berkembang berbagai macam teori organisasi. Teori-teori organisasi ini dapat dibagi dalam tiga kelompok teori berikut: model tertutup, model terbuka, dan model sintesis.
 Bentuk organisasi yang paling banyak dijumpai adalah organisasi lini dan staf. Dalam organisasi yang demikian, anggota organisasi terbagi dua: yang berkaitan dengan implementasi organisasi disebut unit lini, dan mereka yang mempunyai aktivitas untuk memberikan nasihat kepada pimpinan disebut unit staf.
Koordinasi dapat dipandang sebagai konsekuensi dari adanya pembagian tugas atau spesialisasi. Koordinasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menyatupadukan semua aktivitas organisasi menuju titik yang sama. Sedangkan fungsi pengawasan dilakukan untuk membuat kegiatan yang dilakukan satuan kerja atau unit-unit organisasi berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat dicegah kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari rencana.
Dasar-dasar Manajemen
Perkembangan teori manajemen, menurut pendapat Leonard J. Kazmier, dapat dibagi dalam empat periode yakni:
 Gerakan manajemen ilmiah
 Prinsip-prinsip umum manajemen
 Pengaruh dari ilmu perilaku
Pendekatan sistem dan kuantitatif.

Fungsi-Fungsi P.O.S.D.Co.R.B. dalam Administrasi Negara
 Yang mengembangkan tujuh prinsip POSDCoRB adalah Luther H. Gullick. POSDCoRB adalah akronim dari “planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting”. Menurut Gullick ketujuh aktivitas inilah yang pada umumnya dijalankan oleh manajer pada semua organisasi.
 Perencanaan adalah kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan garis-garis besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode untuk melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Henry Fayol telah menunjukkan adanya 8 kriteria bagi suatu rencana yang baik. Dalam pemerintahan, dikenal tiga macam perencanaan, yakni: perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek.
 Yang dimaksudkan dengan pengorganisasian adalah aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan penyusunan struktur yang dirancang untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Pengorganisasian sebenarnya merupakan proses mengorganisasikan orang-orang untuk melaksanakan tugas pokoknya. Karena itu, dalam administrasi negara masalah organisasi dan personalia merupakan dua faktor utama.
 Yang dimaksudkan dengan penyediaan staf adalah.pengarahan dan latihan sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi kerja yang menyenangkan. Dalam upaya mengembangkan staff metode yang dapat dipergunakan, antara lain: latihan jabatan, penugasan khusus, simulasi, permainan peranan, satuan tugas penelitian, pengembangan diri dan seterusnya. Sementara itu ada tiga tipe program pengembangan staf yang terdiri dari: “presupervisory programs”, “middle management programs” dan “executive development programs”.
 Yang dimaksudkan dengan pengarahan adalah pembuatan keputusan-keputusan dan menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat khusus dan umum. Fungsi pengarahan melibatkan pembimbingan dan supervisi terhadap usaha-usaha bawahan dalam rangka pencapalan sasaran-sasaran organisasi. Dalam kaitannya dengan fungal ini, ilmu-ilmu perilaku telah memberikan sumbangan besar dalam bidang-bidang motivasi dan komunikasi.
 Yang dimaksudkan dengan pengkoordinasian adalah kegiatan-kegiatan untuk mempertalikan berbagai bagian-bagian pekerjaan dalam sesuatu organisasi. Mengenai koordinasi ada beda pandang antara beberapa sarjana. Di satu pihak ada yang memandangnya sebagai fungsi manajemen. Sedang pihak yang lain, menganggapnya sebagai tujuan manajemen. Dalam pandangan yang kedua, keberhasilan koordinasi sepenuhnya tergantung pada keberhasilan atau efektivitas dart fungsi-fungsi perercanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
 Dengan pelaporan dimaksudkan sebagai fungsi yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja. Jalur pelaporan dapat bersifat vertikal, tetapi dapat juga bersifat horizontal. Pentingnya pelaporan terlihat dalam kaitannya dengan konsep sistem informasi manajemen, yang merupakan hal penting dalam pembuatan keputusan oleh manajer.
Penganggaran adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui perencanaan fiskal dan akutansi. Sesuatu anggaran, baik APBN maupun APBD, menunjukkan dua hal: pertama sebagai satu pernyataan fiskal dan kedua sebagai suatu mekanisme. Allen Schick mengungkapkan adanya tiga tujuan anggaran: pengawasan, manajemen, dan perencanaan. Sedangkan fungsi anggaran berdasarkan perjalankan historisnya terdiri dari empat macam yaitu: fungsi kontrol, fungsi manajemen, fungsi perencanaan, dan fungsi evaluasi.
BIROKRASI
Pengertian Birokrasi
 Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.
 Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat bercorak ragam.
Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pende-katan pencapaian tujuan.
Tipe Ideal Birokrasi dari Max Weber
 Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.
 Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi klasik.
 Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat-sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.
 Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.
Tipologi yang diajukan oleh Weber, selanjutnya dikembangkan oleh para sarjana lain, seperti oleh Fritz Morztein Marx, Eugene Litwak dan Textor dan Banks.
Karakteristik Birokrasi
 Menurut Dennis H. Wrong ciri struktural utama dari birokrasi adalah: pembagian tugas, hirarki otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci dan hubungan impersonal di antara para pekerja.
 Karakteristik birokrasi menurut Max Weber terdiri dari: terdapat prinsip dan yurisdiksi yang resmi, terdapat prinsip hirarki dan tingkat otorita, manajemen berdasarkan dokumen-dokumen tertulis, terdapat spesialisasi, ada tuntutan terhadap kapasitas kerja yang penuh dan berlakunya aturan-aturan umum mengenal manajemen.
 Ada dua pandangan dalam merumuskan birokrasi. Pertama, memandang birokrasi sebagai alat atau mekanisme. Kedua, memandang birokrasi sebagai instrumen kekusaan.
Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan organisasi birokratik.

Pentingnya Birokrasi
 Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.
 Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai “delegated legislation”, “initiating policy” dan”internal drive for power, security and loyalty”.

Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1) bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan.

Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang di mana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegia-tannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini  Kelemahan-kelemahan birokrasi terletak dalam hal:
a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
d. berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi

Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan “bureaucratic dysfunction” dengan ciri utamanya “trained incapacity”.

Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan.

Minggu, 05 Januari 2014

Materi Administrasi Pemerintahan Daerah

Otonomi daerah tidak lain adalah wujud pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dan mempunyai hubungan yang erat dengan desentralisasi. Mahfud MD (2000:66) menyatakan bahwa desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan, sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi. Sedangkan otonomi adalah wewenang yang dimiliki oleh daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi.

DESENTRALISASI
Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan dunia ketiga. Bahkan banyak negara yang telah melakukan perubahan struktur organisasi pemerintahan ke arah desentralisasi.
Kini desentralisasi telah tampil universal dan diakomodasi dalam berbagai pandangan yang berbeda. Pandangan beragam tersebut muncul dari beberapa pakar pemerintahan antara lain: Harold F. Alderfer dari Amerika Serikat, Diana Conyers dari Inggris, Dennis Rondinelli beserta McCullough & Johnson, Cohen & Peterson, dan David Slater. Dari berbagai pandangan tersebut, Muluk (2007:12) menyimpulkan cakupan istilah desentralisasi dengan menunjukkan bahwa desentralisasi dapat dipahami dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, desentralisasi mencakup konsep devolusi (desentralisasi dalam arti sempit), dekonsentrasi, delegasi, dan privatisasi, serta deregulasi.
Devolution (desentralisasi dalam arti sempit) menurut Rondinelli dalam Muluk (2007:6) merupakan pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintahan subnasional dengan aktivitas yang secara substansial berada di luar kontrol pemerintah pusat. Sedangkan deconcentration merupakan penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada tingkatan yang lebih rendah dalam kementrian atau badan pemerintah. Kemudian delegation merupakan perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi di luar struktur birokrasi reguler dan hanya dikontrol oleh pemerintah pusat secara tidak langsung. Privatization adalah memberikan semua tanggung jawab atas fungsi-fungsi kepada organisasi nonpemerintah atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah. Dan pengertian deregulation lebih mengarah kepada ketentuan-ketentuan layanan privat.
Hakekat desentralisasi, sebagaimana yang dipaparkan oleh Hoessien (2002:3) merupakan otonomisasi suatu masyarakat yang berada dalam teritoir tertentu. Suatu masyarakat yang semula tidak berstatus otonomi melalui desentralisasi menjadi berstatus otonomi dengan jalan menjelmakannya sebagai daerah otonom. Sebagai pancaran kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun Pemerintah Daerah. Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat dan masyarakat sebagai subjek dan bukan objek otonomi semestinya dicanangkan dalam kerangka hukum sehingga penyelenggaraan otonomi daerah menjadi lebih mulus.

OTONOMI DAERAH
Menurut Encyclopedia of Social Science, dalam pengertiannya yang orisinal, otonomi adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary mendefinisikan Autonomy sebagai “The political independence of a nation; the right (and condition) of power of self government. The negotiation of state of political influence from without or from foreign powers.” (Yani, 2002:5).
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan batasan yang jelas tentang pengertian Otonomi Daerah. Dalam Pasal 1 Ketentuan Umum menyebutkan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam konsep otonomi terkandung kebebasan untuk berprakarsa dalam mengambil keputusan atas dasar aspirasi masyarakat yang memiliki status demikian tanpa kontrol langsung oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu kaitannya dengan demokrasi sangat erat. Dalam konteks yang masih berkaitan, bahkan Muthalib dalam Sudantoko (2003:21) menyamakan otonomi daerah dengan demokrasi:
“Secara konseptual, otonomi daerah cenderung menjadi sebuah sinonim dari kebebasan daerah untuk menentukan nasib sendiri atau demokrasi lokal. Tak ada lembaga tunggal tetapi masyarakat daerah dan para wakil rakyat yang memegang kekuasaan tertinggi dalam hubungan dengan lingkup kekuatan daerah. Intervensi pemerintah pusat dapat dibenarkan saat terdapat kepentingan atau urusan lebih besar yang merupakan kewenangannya. Oleh karena itu, masyarakat umum dan para wakilnya secara mandiri dapat menyatakan keberatan atau menolak terhadap masyarakat daerah dan para wakilnya tersebut.”
Dari titik pandang yang sama, Hoessein (2002:6) juga berpendapat bahwa otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri, maka tercapailah apa yang dimaksud demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, tapi yang paling utama mampu memperbaiki nasibnya sendiri.
Baswir dalam Tangkilisan (2007:2) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
1)    Peningkatan ekonomi masyarakat masing-masing daerah, termasuk dalam hal ini adalah kesesuaian pertumbuhan ekonomi itu dengan kebutuhan, kondisi dan kemampuan masing-masing daerah;
2)    Meningkatkan jumlah dan mutu pelayanan kepada masyarakat di masing-masing daerah;
3)    Meningkatkan kondisi sosial budaya masyarakat di masing-masing daerah; dan
4)    Untuk meningkatkan demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memberikan otonomi kepada daerah, khususnya kabupaten/kota, ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat masyarakat di daerah, memberikan peluang pendidikan politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di daerah, peningkatan efisiensi pelayanan publik di daerah, dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan cara berpemerintahan yang baik (good government). Sedangkan hakikat otonomi daerah adalah:
1)    Secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri;
2)    Lebih menitik beratkan tanggung jawab melaksanakan pembangunan dan pelayanan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan fisik, ketentraman, dan ketertiban umum (prosperity and security).
Pemberian otonomi pada daerah bukanlah semata-mata persoalan sistem melainkan suatu realisasi dari pengakuan bahwa kepentingan dan kehendak rakyat adalah satu-satunya sumber untuk menentukan sistem yang lain, dimana otonomi daerah merupakan satu bagian untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan pemerintahan. Perwujudan dari penyelenggaraan asas desentralisasi tersebut antara lain juga tercermin dari semakin besarnya pendelegasian penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dan semakin besarnya kewajiban dan tanggung jawab untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Tolak ukur dan indikator pemberian otonomi daerah tersebut menurut Widjaja (2002:7) meliputi beberapa variabel, yaitu:
1)    Variabel pokok yang terdiri dari:
a)      Kemampuan PAD atau keuangan;
b)      Kemampuan aparatur;
c)      Kemampuan partisipasi masyarakat;
d)      Kemampuan ekonomi;
e)      Kemampuan demografi; dan
f)       Kemampuan organisasi dan organisasi.
2)    Variabel penunjang yang terdiri dari:
a)      Faktor demografi; dan
b)      Faktor sosial budaya.
3)    Variabel khusus yang terdiri dari:
a)      Sosial politik;
b)      Pertahanan dan keamanan; dan
c)      Penghayatan keagamaan.
Melalui indikator ini maka tiap-tiap daerah dapat melihat, mengukur sekaligus mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan variabel-variabel yang menentukan keberhasilan dari pelaksanaan otonomi daerah.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat (Mardiasmo, 2002b). Oleh sebab itu peran pemerintah daerah dalam era otonomi sangat besar, karena pemerintah daerah dituntut kemandiriannya dalam menjalankan fungsinya dan melakukan pembiayaan seluruh kegiatan daerahnya (Adi, 2005:3


Konsep Dasar Administrasi Pemerintah Daerah
A. Pengertian Administrasi Pemerintah Daerah
Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari 33 propinsi, yang masing-masing propinsi tersebut setelah berlakunya undang-undang tentang pemerintahan daerah (mulai tahun 1974 sampai sekarang) telah memiliki kewenangan penuh dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sehingga dalam pelaksanaanya pun dibutuhkan sebuah administrasi pemerintah daerah. Dalam mata kuliah ini akan dibahas lebih dalam mengenai administrasi pemerintah daerah. Untuk itu sangat perlu kiranya pembahasan diawali dengan pengertian administrasi pemerintah daerah.
Administrasi pemerintah daerah, terdiri dari 3 kata yaitu administrasi, pemerintah dan daerah. Administrasi dapat diartikan dalam 2 hal yaitu administrasi dalam arti sempit dan administrasi dalam arti luas. Secara sempit administrasi diartikan sebagai kegiatan yang bersifat tulis menulis tentang segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi, jadi kegiatan yang dimaksud tidak lebih dari kegiatan tata usaha. Seperti mengetik, mengirim surat, mencatat keluar dan masuk surat, penyimpanan arsip dan yang termasuk pada proses pelayanan lainnya.
Sedangkan administrasi dalam arti luas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Kegiatan-kegiatan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Dalam pengertian luas ini, pengertian tata usaha termasuk didalamnya. Administrasi yang dimaksud tidak hanya pada badan-badan pemerintah saja, tetapi juga terdapat pada badan-badan swasta.
Kemudian, kita masuk dalam pengertian administrasi pemerintah. Pada hakekatnya administrasi pemerintah adalah administrasi Negara dalam arti sempit. Administrasi Negara dalam arti luas sebagai obyeknya adalah Negara lengkap dengan badan-badan Negara baik itu eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sedangkan dalam arti sempit yang menjadi obyek adalah pemerintah (eksekutif). Administrasi pemerintah berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pemerintahan yang dapat dikelompokkan dalam 3 fungsi/kegiatan dasar yaitu: perumusan kebijakan, pelaksanaan tugas administrasi , pengunaan dinamika administrasi.
1. Perumusan Kebijakan
Perumusan kebijakan politik pemerintah dalam system pemerintahan kita didasarkan pada kebijakan politik yang lebih tinggi. Sebagai ilustrasi presiden dan para menteri yang bersangkutan menetapkan kebijakan pemerintah dibidang ideology, politik, ekonomi, social budaya dan hankam dengan berpedoman pada UUD 1945, ketetapan-ketetapan MPR dan berbagai UU yang berlaku. Adapun langkah-langkah dalam perumusan kebijakan adalah sebagai berikut:
• Analisis yang baik terhadap keadaan-keadaan yang nyata
• Melakukan perkiraan (forecast) keadaan-keadaan yang akan dating dan menyusun alternative-alternatif langkah kegiatan yang harus ditempuh.
• Menyusun strategi
• Pengambilan keputusan.
2. Pelaksanaan Tugas Administrasi
Pelaksanaan tugas administrasi adalah merumuskan kebijakan pelaksanaan dari kebijakan politik pemerintah yang telah ditetapkan sebelumnya. Para pejabat yang bertugas merumuskan kebijakan pelaksanaan/operasional adalah para pejabat professional yang pada umumnya bekerjan pada kantor-kantor menteri negara/ departemen teknis/ lembaga-lembaga pemerintah yang secara fungsional mempunyai keahlian dalam bidangnya masing-masing.
Pelaksanaan tugas administrasi ini meliputi kegiatan-kegiatan pengaturan/ pengendalian dibidang:
• Struktur organisasi
• Keuangan
• Kepegawaian
• Sarana/peralatan
3. Penggunaan Dinamika Administrasi
Semua kebijakan yang telah ditetapkan perlu dilaksanakan secara operasional agartercapai tujuan yang dimaksud dalam kebijakan itu sendiri. Dalam hal ini peranan unsure dinamika administrasi adalah sangat besar yakni dalam rangka proses pencapaian tujuan secara berdaya guna dan berhasil guna. Unsur dinamika penggerak administrasi ini meliputi:
 PimpinanÄ
 KoordinasiÄ
 PengawasanÄ
 Komunikasi dan kondisi yang menunjangÄ
Kemudian, dalam penyelenggaraannya, administrasi pemerintah menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Administrasi pemerintah dalam kegiatannya berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelenggaraan pemerintahannya, pemerintah termasuk didalamnya badan-badan pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah, harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Artinya setiap tindakan pemerintah harus mempertimbangkan dua kepentingan yakni tujuan dan landasan hukumnya.
2. Administrasi pemerintah dalam kegiatannya berdasarkan keputusan politik yang dibuat oleh badan yang berwenang. Dalam menjalankan kewenangannya administrasi pemerintah di Indonesia berdasarkan atas ketetapan-ketetapan MPR yang bersidang sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.
3. Administrasi pemerintah dalam pengaturan organisasinya bersifat birokrasi. Birokrasi dalam arti yang sebenarnya dimaksudkan untuk mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan harus dilakukan oleh orang banyak. Di negara kita pengaturan organisasi pemerintah berdasarkan atas struktur birokrasi yang mengatur segala kegiatan pemerintah baik kedalam maupun keluar dan tata cara pengambilan keputusan yang kompleks.
4. Administrasi pemerintah dalam menjalankan kegiatannya berdasarkan pada prosedur kerja yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan misalnya peraturan perijinan, peraturan tentang pedagang kaki lima, dan sebagainya.

Setelah mengetahui pengertian dan ciri-ciri administrasi pemerintah, kemudian satu hal yang menjadi inti mata kuliah ini adalah pengertian administrasi pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan administrasi pemerintah daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan berdasarkan prinsip desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom (propinsi, kabupaten dan kota). Sementara itu otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Pendelegasian kewenangan ditinjau dari visi implementasi praktis di daerah dapat disederhanakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu pendelegasian kewenangan politik, pendelegasian kewenangan urusan daerah dan pendelegasian kewenangan pengelolaan keuangan. Sementara itu substansi kewenangan daerah mencakup seluruh kewenangan bidang pemerintahan kecuali dalam bidang pertahanan, keamanan, politik luar negeri, peradilan (yustisi) moneter dan fiskal nasional, serta agama ( UU no 32 pasal 10:3).

B. Landasan Pembentukan Pemerintah Daerah
Sumber utama kebijaksanaan umum yang mendasari pembentukan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah Pasal 18:1-7 UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002, yang antara lain menyatakan bahwa:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Dalam penjelasan pasal tersebut antara lain dikemukakan oleh karena Negara Indonesia itu suatu “eenheidsstaat” maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungan yang bersifat “staat” juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi dan daerah Provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil yaitu kabupaten dan kota. Di daerah-daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi saja semuanya menurut aturan akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah otonom akan diadakan Dewan Perwakilan Rakyat daerah. Oleh karena itu di daerah pun penyelenggaraan pemerintahannya akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
Terdapat beberapa pertimbangan yang mendasari perlunya pemerintahan di daerah (Supriatna, 1996:58-60) yaitu:
a) Pertimbangan Kondusif Situasional
Secara nyata dan obyektif wilayah negara kita merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dipisahkan oleh selat, laut dan dikelilingi lautan. Keadaan penduduk dengan beragam adat istiadat dan budaya, potensi permasalahan yang dihadapi serta kekhususan yang dimiliki masing-masing daerah. Kesemuanya akan lebih efisien dan efektif bila pengelolaannya adalah ditangani oleh perangkat pemerintahan yang perlu diwujudkan di masing-masing wilayah.
b) Pertimbangan Sejarah dan Pengalaman Berpemerintahan
Dalam rangka menyusun sistem pemerintahan memperhatikan pula tata pemerintahan yang telah ada mulai dari jauh sebelum datangnya penjajahan kemudian adanya sistem pemerintahan pada jaman raja-raja. Begitu pula sistem kemasyarakatan dan susunan pemerintahan yang berlaku di negara lain.
c) Pertimbangan Politis dan Psikologis
Wawasan dan semangat hidup yang menonjol dalam perumusan UUD 1945 adalah wawasan integralistik dan demokrasi serta semangat persatuan dan kesatuan nasional sehingga untuk tetap menjaga kekompakan semua tokoh dan keutuhan masyarakat serta wilayahnya, kepada daerah-daerah perlu diberi pemerintahan sendiri dalam kerangka negara kesatuan. Di samping itu untuk memberikan rasa tanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan dan sekaligus memberi kesempatan kepada daerah untuk berperan serta dalam pemerintahan, sebagai perwujudan semangat dan jiwa demokrasi.
d) Pertimbangan Teknis Pemerintahan
Dengan telah disepakatinya prinsip-prinsip Indonesia merdeka dan tujuan serta arah mana Indonesia akan dibawa maka diperlukan perangkat pemerintahan di daerah karena disadari bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Untuk menjaga kemungkinan agar pemerintahan di daerah itu tidak memisahkan diri dari pemerintah pusat maka dinyatakan bahwa disamping ada daerah otonom ada daerah yang bersifat administrasi saja, yang kesemuanya merupakan wilayah administrasi pemerintahan negara Indonesia.

3. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Dalam penyelenggaraan pemerintahan diperlukan adanya sistem delegasi atau pelimpahan kekuasaan pemerintahan sebagai penjelmaan kedaulatan negara yang terpusat di tangan pemegang kekuasaan konstitusional. Yang dimaksud dengan pemegang kekuasaan konstitusional adalah dapat berwujud lembaga yang dipersonifikasikan dalam bentuk lembaga negara atau pemerintah. Pelimpahan wewenang yang dimaksudkan mencakup pelimpahan wewenang pemerintahan:
a) Dari lembaga tertinggi negara kepada lembaga tinggi negara
b) Dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
c) Dari Pemerintah Pusat kepada aparatnya yang ada di daerah
d) Dari Pemerintah Daerah kepada pemerintahan di bawahnya.

Tujuan dari pelimpahan wewenang antar pemerintahan atau antar lembaga-lembaga negara dimaksudkan antara lain:
a) Menghindari pemusatan kekuasaan oleh sebuah lembaga atau penguasa di semua tingkatan pemerintahan.
b) Demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan
c) Mencapai kelancaran tujuan pemerintah.

Prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum UU No.32/2004 adalah:
1. Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan
a) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
b) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertical di wilayah tertentu.
c) Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau Desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau Desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
2. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat dilaksanakan di Kabupaten dan Kota.
3. Penyelenggaraan asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Propinsi, Kabupaten, Kota dan Desa.

Dengan adanya pelimpahan wewenang ini timbul hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dimana hubungan tersebut merupakan jalinan sebagai landasan bagi penyelenggaraan fungsi-fungsi:
a) Perimbangan kekuasaan dan kewenangan pusat dan daerah
b) Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
c) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dan wakil Pemerintah Pusat di daerah dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan
d) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam penyusunan kebijakan, penyusunan peraturan daerah serta operasi pembangunan daerah
e) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Daerah tingkat atas kepada Pemerintah Daerah setingkat di bawahnya

source : Klik